Memilih Platform Sosial Media sesuai Kebutuhan

social-media

Hi! Setelah dua tahun lebih lamanya gue gak pernah mampir ke sini, sampai tiba masanya gue memutuskan untuk kabur ke sini dari dunia per-socmed-an sementara karena gue gak tahan membaca banyaknya kabar buruk dari yang terjadi hampir setiap hari di beberapa minggu terakhir. Seharusnya tulisan ini menjadi tulisan ketiga yang akan diposting, karena dua tulisan yang lainnya belum selesai dan masih banyak yang harus ditambahkan.

Kali ini, untuk kedua kalinya gue menon-aktifkan akun personal Instagram gue. Sejak gue mengaktifkannya kembali pada akhir tahun lalu, gue semakin jarang buka Twitter yang mana Twitter adalah teman sejati gue setiap gue membuka dan menutup mata. Gue memang sengaja mengaktifkan kembali akun Instagram gue karena gue mau tau perkembangan yang lagi ngetrend di sana, cara orang-orang berjualan, dan bersilaturahmi secara virtual dengan temen-temen yang sudah lama tidak pernah bertemu. Oh ya, gue juga sekalian melakukan observasi sederhana untuk membandingkan Twitter dan Instagram.

Saat ini, pengguna Instagram lebih sering memanfaatkan feature Instagram Story (IGS) ketimbang posting foto di feeds. Kalo menurut pengamatan gue, selain karena letak IGS lebih strategis di bagian atas dan selalu bergantian update setiap menitnya, kita juga bisa melihat jumlah viewers yang mengunjungi setiap postingan kita selama 24 jam. Feature ini membuat platform tersebut jadi lebih menarik, karena pengguna bisa memantau siapa saja yang sering mengunjungi/’kepo’ dengan stories yang kita posting. 

Setelah beberapa bulan gue menggunakan Instagram, gue merasa banyak waktu gue yang terbuang karena menonton postingan temen-temen yang gak jauh dari kehidupan pribadi mereka. Misalnya, beberapa suka untuk memposting design restoran/coffee shopbaru yang sedang hitslalu postingan foto makanan, foto-foto travellingOh iya, minggu lalu ada celebgram (celebgram on Instagram) tanah air yang menerima endorse untuk travelling ke luar negeri di masa pandemi. Tentu saja dia menerima hujatan dari netizen +62 yang budiman. Nanti gue buat tulisan tentang ini. Lanjut postingan foto post-workout bagi pecinta olahraga. Ada juga yang misuh-misuh, biasanya gue yang sering begini (haha!), karena menurut gue medsos adalah wadah yang tepat untuk mengkritik kebijakan pemerintah atau sekadar meluapkan keluh kesah atas perilaku masyarakat yang masih ada aja yang membuang sampah sembarangan.

Kemudian posting cuplikan lagu yang mewakili perasaan mereka saat itu. Ada juga yang isi storiesnya mengenai informasi terkini–biasanya yang isi storiesnya seperti ini adalah para akademisi–untuk saat ini issues yang paling banyak adalah terkait Covid-19, pelecehan seksual, feminism, global warming, dsb. Pernah juga gue lihat ada yang me-repost video seorang istri melabrak suaminya yang berelingkuh dan memperlakukan kasar perempuan yang jadi selingkuhan suaminya. Buat gue ini konten yang sangat tidak edukatif dan tidak masuk akal karena perselingkuhan melibatkan dua orang, tapi seringnya yang dituduh dan dipojokkan malah perempuan yang jadi selingkuhan si suami. Menurut gue keliru ya kalau hanya menyalahkan satu pihak saja. Oke, hal ini menarik juga untuk dijadikan tema tulisan selanjutnya. Dan yang terakhir yang paling gue suka adalah postingan memes, dark humor, dan video-video kucing dan anjing yang menggemaskan.

Bagi para pencari cuan, Instagram merupakan platform yang tepat untuk mempromosikan akun jualan dan juga sebagai media untuk menghubungkan atara penjual dan calon pembeli. Target bisa dimulai dari circle pertemanan hingga menggunakan jasa celebgram yang followersnya bisa mencapai puluhan ribu bahkan jutaan yang tentu saja punya pengaruh besar untuk bisnis kita. Di Instagram, kita juga dapat dengan mudah memantau engagement kunjungan audience setiap hari dengan cara mengubah akun dari mode personal menjadi business account. Kalau soal ini gue cocok, karena gue pun sedang merintis usaha online cake shop kecil-kecilan dari rumah.

Gue mau flashback sedikit ke zaman di mana gue baru mengenal social media platform. Dimulai dari kemunculan Friendster (ketahuan deh gue ini dari generasi mana) yang menjadi platform pertama yang gue/semua orang gunakan. Karena ini jugalah gue betah duduk berjam-jam di depan komputer di warnet deket kosan gue for every single day (maksudnya selingan sambil ngerjain tugas kuliah). MySpace, dulu gue seneng banget sama platform ini karena bisa berteman dengan anak emo dari luar negeri padahal kemampuan berbahasa Inggris gue masih nol. Plurk, sepertinya platform ini dibuat hanya untuk lucu-lucuan saja, karena feature yang disediakan sederhana, hanya kolom untuk membagikan cuitan kita dan kolom komentar, dengan jumlah pertemanan yang terbatas. Plurk perlahan menghilang setelah kehadiran Facebook.

Kemunculan Facebook seakan menjadi obat rindu akan Friendster. Selain platform ini juga dapat menghubungkan kita dengan teman-teman yang sudah lama menghilang, Facebook juga menyediakan feature notes untuk ‘curhat’, dan juga wadah untuk menyimpan koleksi foto. Kemudian muncul Blogspot, kalau tidak salah platform ini booming diwaktu hampir bersamaan dengan Facebook, padahal Blogspot sudah ada sejak tahun 1999. Platform ini adalah wadah yang sering digunakan oleh orang-orang yang hobi menulis, seperti menuangkan ide-ide/gagasan mereka, atau sekadar bercerita. Dulu kita menyebutnya sebagai online diary. Lucunya, diary yang seharusnya bersifat rahasia berubah menjadi tempat yang bisa diakses oleh siapa pun. Sebelum vlog muncul, blog telah duluan membawa gue melihat dunia luar melalui pengalaman hidup orang Indonesia yang bekerja/melanjutkan sekolah/menikah dengan warga lokal di sana. Kegiatan ini selalu membuat gue happy dibanding menonton vlog, karena dengan membaca, imajinasi gue juga ikutan melanglang buana.

Semakin kesini dan semakin bertambahnya kesibukan, gue sudah berhenti mengikuti trend untuk punya semua social media platform yang semakin beragam seperti Snapchat, TikTok, tumblr, Reddit, dsb. Dari awal Twitter muncul, gue udah suka dan gak pernah berhenti menggunakannya. Kegiatan membuka Twitter di pagi hari sambil sarapan sebelum memulai aktivitas sudah menjadi rutinitas gue setiap hari untuk update perkembangan dunia. Menurut gue, penggunaan Twitter ini lebih simple dibanding Instagram. Contohnya, ketika portal berita memposting link artikel yang judulnya menarik, gue tinggal ngeklik link tersebut dan langsung diarahkan ke laman yang menyajikan berita yang ingin kita baca. Tidak seperti Instagram, kita diarahkan untuk mengklik link yang tertera pada bio terlebih dahulu, lalu laman yang terbuka malah home page website tersebut yang mana membuat gue agak kewalahan untuk mencari artikel yang ingin dibaca tadi. It takes time and inconvenience

Beberapa hari setelah gue menonaktifkan akun gue, Instagram mengeluarkan feature terbaru seperti TikTok yang bernama Reels. Gue pikir bakal beda, ternyata plek ketiplek sama banget dengan TikTok. Well, intinya untuk saat ini Twitter adalah platform yang paling tepat untuk gue karena kemudahannya untuk mengakses berita, juga banyak hal mulai dari yang serius sampai yang receh. Gue juga udah gak peduli ketika semua orang mengikuti trend untuk eksis disemua social media platform, kecuali memang dibutuhkan dan memudahkan pekerjaan kita.

Anyway, thanks for stopping by. Stay happy, healthy, follow healthy protocols, and double your mask! =D

Leave a comment